Skenario
TREE
FADE IN:
1.
SEKOLAH – PAGI
Segerombolan anak berlarian di sekitar koridor. Dua sahabar
yang saling berangkulan berjalan bersama sembari mengembangkan tawa mereka.
Bangku-bangku di sekitar koridor menampakkan murid-murid yang duduk dan bercanda.
2.
KAMAR TIDUR – SIANG
Cahaya matahari masuk menerobos jendela kamar Rere dan
tertahan di atas lantai kamar. Seorang gadis berambut panjang menyisir
rambutnya dengan senyum cemerlang di hadapan sebuah kaca. Tiba-tiba saja
tangannya yang terkepal memegang rambutnya yang rontok. Rere memandang
genggaman tangannya. Kejadian selanjutnya ia merasakan kepalanya mulai
berdenyut-denyut dan hidungnya mengeluarkan darah. Lalu semuanya GELAP.
3.
RUANG MAKAN – PAGI
Seorang gadis berkerudung putih dengan pakaian putih abu-abu
bersama ibunya duduk di atas kursi. Di depannya terhidang berbagai jenis
masakan. Sang ibu menatap anaknya dengan gelisah. Matanya menyiratkan perasaan
pedih dan tertekan. Anaknya yang sedari tadi duduk di hadapannya hanya
memandang kosong ke piring di depannya. Matanya menyiratkan rasa letih. Tak
tahan dengan keadaan itu, ibu Rere pun berjalan ke arahnya dan mengelus
kepalanya.
IBU RERE
(sedih)
Apa kau yakin tidak ingin memakan makanan yang sudah ibu
buatkan untukmu?
RERE
(menatap ibunya)
Tidak, Ma. Aku mau berangkat sekolah!
(mengambil tas di sisinya dan pergi keluar rumah)
IBU RERE
(berteriak)
RERE!
4.
HALAMAN RUMAH – PAGI
Seorang laki-laki paruh baya membersihkan kaca depan mobil
ketika Rere datang menghampirinya. Pak Budi segera menghampiri Rere dan
memasukkan kain lap ke dalam saku celananya.
PAK BUDI
(tersenyum)
Pagi, Non. Apa kabar?
RERE
(tersenyum singkat)
Pagi, Pak. Aku baik-baik saja. Apa kita bisa berangkat
sekarang.
PAK BUDI
(berjalan ke dekat pintu mobil dan membukanya)
Siap, Nona. Silahkan masuk!
Rere tersenyum dan masuk ke dalam mobil. Sementara Pak Budi
berjalan ke sisi mobil yang lain dan mulai tancap gas menuju sekolah.
5.
BANGKU DEPAN KELAS – JAM ISTIRAHAT
Dua orang siswi yang membawa buku dan tersenyum bersama
lewat di depan Rere yang tengah menikmati bekal di sebuah bangku di depan
kelasnya. Ia kembali meneruskan menyantap roti isi selai strawberrynya ketika
seorang gadis mungil berlari ke arahnya. Kepang kuda gadis itu bergoyang ke
kanan dan kiri saat ia berlari. Rere tersenyum dan bangkit dari bangku itu, ia
menyambut Andrea –sahabatnya—dengan sebuah pelukan.
RERE
(tersenyum senang dan melepaskan pelukan)
Andrea, ada apa ke sini? Kau tidak rapat OSIS?
ANDREA
(memanyunkan bibirnya)
Masa bodoh sama rapat. Sudah seminggu aku tidak bertemu
sahabatku. Masak aku harus meninggalkanmu demi rapat konyol.
Mereka berdua duduk di bangku panjang tadi. Rere menawarkan
roti isinya kepada Andrea yang menerima dengan mata berbinar-binar
RERE
(memandang taman di depan)
Walau begitu kau harus tetap menjalankan tugasmu. Kau itu
anggota OSIS jadi kamu harus melakukan tanggung jawabmu terhadap jabatanmu.
ANDREA
(memandang Rere)
Ah, kau ini. Aku kan lagi kangen sama sahabatku.
(melingkarkan kedua tangannya ke leher Rere)
Mereka berdua bercanda bersama dan melewatkan hampir
setengah jam istirahat dengan tertawa. Setelah Rere menghabiskan roti isinya
dan tak sengaja melihat jam tangannya. Ia teringat sesuatu.
RERE
(melotot)
Gawat! Kenapa aku bisa sepikun ini sih?
ANDREA
(meneliti wajah Rere)
Ada apa? Apa kau melupakan sesuatu?
RERE
(memegang kedua tangan Andrea)
Aku harus pergi. Aku ada janji dengan Arga.
(menatap dengan tatapan memohon)
ANDREA
(menyunggingkan senyum)
Pergilah! Dia pasti sudah menunggumu dari tadi.
RERE
(tersenyum dan sedikit berdiri dari bangku)
Terima kasih, kawan!
(berlari melalui koridor)
ANDREA
(berteriak)
Good luck, Re!
6.
KORIDOR – JAM ISTIRAHAT
Rere berlari di sepanjang koridor dan segera menuju taman
belakang sekolah. Ia mendaki tangga dan berbelok di tikungan sebelum sampai di
taman.
7.
TAMAN BELAKANG SEKOLAH – JAM
ISTIRAHAT
Seorang laki-laki berambut cepak berdiri di depan sebuah
bangku panjang sedang memperhatikan lapangan bola yang ada di depannya. Tangan
kanannya di masukkan ke dalam saku celana. Rere merapikan kerudung putihnya dan
seragamnya sebelum berjalan dengan perlahan menghampiri Arga yang tak lain
adalah kekasihnya. Arga menghela napas panjang dan menoleh kea rah datangnya
Rere. Ia tersenyum senang melihat orang yang ditunggunya akhirnya datang.
RERE
(menundukkan kepala)
Maaf aku telat. Aku kelupaan. Apa kakak sudah lama
menungguku?
ARGA
(tersenyum)
Tidak apa-apa. Oh, ya. Ayo, duduk!
Mereka
berdua duduk di masing-masing sisi bangku.
RERE
(menghela napas)
Ada apa? Mengapa kakak mengajakku bertemu?
ARGA
(menoleh dan memandang Rere)
Apa aku salah jika aku merindukan kekasihku?
RERE
(tersenyum malu)
Tidak kok.
ARGA
(menautkan kedua telapak tangannya dan menaruh sikunya di
atas lutut)
Apa kau ada acara sore ini?
RERE
(berpikir)
Tidak. Memangnya kenapa?
ARGA
(tersenyum dan memandangnya)
Aku ingin mengajakmu jalan-jalan dan menonton sebuah film.
Ada film terbaru yang akan tayang.
RERE
Jam berapa?
ARGA
Sekitar jam 3 sore. Aku janji kita tidak akan pulang malam.
Paling larut jam 6 sore.
RERE
(tersenyum senang)
Okelah kalau begitu. Jam 3.
ARGA
(tersenyum)
Jam 3. Aku jemput di rumahmu.
Rere tersenyum sebelum akhirnya pergi meninggalkan Arga
sebelum bel masuk kelas berbunyi.
8.
PINGGIR JALAN – SORE
Matahari menampakkan cahayanya yang mulai memudar dan akan
kembali menuju peraduan. Awan di atas langit berpendar keabuan. Rere dan Arga
berjalan di pinggir jalan setelah menonton film di bioskop. Mereka tertawa
bersama disela perjalanan mereka.
Rere tertawa mendengar lelucon yang dikatakan oleh Arga dan
mereka berbelok sebelum perempatan. Tiba-tiba seorang pengemis berjalan
menghampiri mereka. Seorang bapak-bapak yang terbatuk-batuk dengan pakaian
compang camping berjalan mendekat. Setelah dekat ia mulai menengadahkan telapak
tangannya. Rere memandang dengan iba.
PENGEMIS
(menengadahkan tangan dan memegang perutnya)
Sedekahnya, mbak.
RERE
(menatap iba)
Aduh, kasihan sekali
PENGEMIS
(memegang perutnya)
Saya sudah seminggu tidak makan, mbak.
RERE
(merogoh-rogoh tasnya)
Ini untuk bapak. Maaf nilainya tidak seberapa. Semoga itu
cukup.
PENGEMIS
(menerima uang itu)
Terima kasih, mbak. Mbak baik sekali.
Pengemis itu lantas pergi dari hadapan mereka dengan wajah
berseri-seri. Rere mengatur letak tasnya di pundak dan melanjutkan perjalanan.
Sementara itu Arga tersenyum di belakang Rere dan merasa kagum.
RERE
(berbalik menghadap Arga dan cemberut)
Kenapa senyam senyum terus?
ARGA
(menutup mulut dengan tangannya)
Maaf. Aku kagum melihatmu. Biasanya orang memberi pengemis
uang seribuan, tapi kamu malah 50 ribuan. Wow, pengemis bisa cepat kaya bila
mondar mandir dihadapanmu.
RERE
(menghela napas)
Kita sebagai manusi yang diciptakan oleh Allah dengan
keadaan yang lebih baik dari saudara kita yang lainnya, berarti kita wajib
menyisihkan uang untuk mereka yang pantas dibantu.
Mereka berdua melanjutkan perjalanan.
ARGA
(tersenyum tanpa menatap Rere)
Kau wanita yang baik dan sholehah. Aku beruntung.
RERE
(menatap Arga)
Mengapa beruntung?
ARGA
(balas menatap Rere)
Karena memilikimu.
RERE
(menyunggingkan senyum tipis)
Aku bukan milikmu, tapi milik Allah.
ARGA
(menatap jalan)
Maksudku aku beruntung bisa memiliki pacar sepertimu.
Mereka berdua tersenyum satu sama lain dan melanjutkan
perjalanan mereka.
9.
PERPUSTAKAAN SEKOLAH – JAM ISTIRAHAT
Rere memeriksa sejumlah buku yang tertata rapi di rak
perpustakaan. Matanya mencari-cari judul buku yang sedang dicarinya. Andrea
berjalan mengendap-endap dibelakangnya sebelum menyentuh pundak Alisa dan
mengagetinya.
ANDREA
(berteriak)
Duarrr!!
RERE
(terlonjak kaget)
Astaghfirullah, Andre!
(mengelus dada)
ANDREA
(tertawa terbahak-bahak)
Sorry, kawan. Hehehe. Peace!
RERE
(memalingkan wajah dan kembali mencari buku)
Dimana ya?
ANDREA
(celingukan di belakang punggung Rere)
Cari apaan sih kamu ini? Kulihat dari tadi kamu sibuk
sendiri.
RERE
(menarik buku-buku dari rak)
Ini lho buku pelajaran Bahasa Jepang
ANDREA
(tersenyum)
Oh, buku Bahasa Jepang. Kalau buku itu bukan disini
tempatnya. Tapi di sini nih!
(menarik lengan baju Rere)
RERE
(memegang tangan Andrea di bahunya)
Aduh, aduh, Andrea.
ANDREA
(menunjuk rak buku di depan mereka)
Di sini nih tempatnya
RERE
(berbinar-binar)
Wah, makasih, kawan. Kau benar-benar membantu.
ANDREA
(menyentuh kerah bajunya sambil berlagak)
Andrea gitu lho!
Mereka berdua pun tertawa dan bercanda bersama, lalu sebuah
suara “GEDUBRAK” mengagetkan dan menghentikan tawa mereka.
RERE
(berbisik)
Suara apa itu?
ANDREA
(mengayunkan tangan sembari mengajak)
Ayo kita lihat!
Di perpustakaan itu tidak ada orang lain selain mereka
berdua. Mereka pun berjalan mengendap-endap dan melihat Niko –teman sekolah
mereka yang terkenal bandel—jatuh di atas lantai, sedangkan buku-buku
berserakan di dekat kakinya.
NIKO
(menyentuh pantatnya)
Aduh!!
RERE
(menghampiri Niko dan menyentuh lengannya)
Kau tidak apa-apa?
NIKO
(menepis tangan RERE)
Aku tidak perlu bantuanmu, anak tengik!
ANDREA
(berjalan menghampiri mereka berdua)
Mengapa kau kasar sekali, Niko? Padalah Rere cuma ingin
menolongmu.
Niko membalas tatapan Andrea dengan tajam. Ia membersihkan
sikunya dan akan bengkit berdiri tapi ia jatuh lagi ke atas lantai, namun ia
berhasil berpegangan pada rak buku.
RERE
(memandang Niko)
Hati-hati
NIKO
(berteriak)
Jangan menolongku!
ANDREA
(memandang Niko sambil berteriak)
Kau jahat sekali, Niko! Dia hanya ingin menolongmu!
RERE
(menyentuh dan melepaskan tangan Andrea)
Berhenti Andrea. Niko hanya akan tambah kesal jika kau
begitu.
ANDREA
(menatap Rere)
Rere….
Rere menatap Andrea dengan tatapan memohon. Andrea melengos
tanpa memandang Niko, sedangkan Niko mendengus dan berdecak sebal.
Tak lama setelah itu seorang laki-laki datang dan
menghampiri mereka. Laki-laki berumur separuh baya itu, tak lain adalah penjaga
perpustakaan.
PAK PENJAGA
(berteriak)
Hei, ada apa ini? Mengapa kalian rebut-ribut sendiri?
(melotot kepada ketiga siswa)
RERE
(menggaruk lehernya dengan gusar)
Anu, Pak…
PAK PENJAGA
(memuntir kumisnya)
Ona. Anu. Ona. Anu.
ANDREA
(memandang pak penjaga)
Begini, Pak, kami hanya ingin membantu Niko yang terjatuh.
Sebenarnya bukan kami sih, tapi Rere. Aku sih nggak tertarik nolongin gerandong
kayak dia.
(melirik Niko lalu melengos begitu saja)
RERE
(menyentuh punduk Andrea)
Andrea, ah…
ANDREA
(marah)
Udahlah, Re, orang macam dia itu nggak pantas dibantu. Orang
kaya sombong yang sok!
(melirik Niko dengan kesal)
PAK PENJAGA
(melepaskan tangannya dari kumis)
Halah-halah. Sudah! Kalian semua bapak hukum.
ANDREA
(melotot)
Hah? Dihukum? Bapak nggak salah ngomong? Kami Cuma niat
bantuin tuh orang. Kenapa kami ikutan dihukum?
PAK PENJAGA
(menaruh kedua tangan di pinggul)
Eh, anak kecil ini, dibilangin kok ngeyel. Kalian udah
membuat keributan di perpustakaan. Jadi kalian harus menyapu dan menata
buku-buku yang jatuh itu.
Setelah memberikan hukuman, penjaga perpustakaan itu pergi
dan meninggalkan ketiga sisiwa di sana. Andrea kesal dan menghentakkan kakinya
di lantai.
ANDREA
(mendengus sebal)
Ah! Dasar! Ini semua gara-gara lo tau nggak!
(menunjuk Niko yang sedari tadi diam)
NIKO
(melotot pada Andrea)
Kalau karena gue, emangnya kenapa, NONA SOK JAGO!
ANDREA
(melangkah maju sambil mengepalkan tangan)
Tutup mulut, orang jahat!
RERE
(menahan langkah Andrea)
Andrea, cukup!
ANDREA
(memandang Rere dan menghela napas panjang)
Tapi, Re!
Rere tersenyum dan menggiring temannya untuk mencari sapu
dan mulai membersihkan perpustakaan. Sementara itu Niko dengan sebal dan
mengutarakan kata-kata tidak jelas, mulai merapikan buku-buku yang terjatuh.
Andrea menyapu lantai perpustakaan dengan wajah sewot. Rere
menghampiri Niko dan membawakan obat oles untuk pergelangan kakinya.
NIKO
(melirik Rere)
Ngapain lo kesini lagi?
RERE
(memberikan obat pada Niko)
Aku Cuma mau ngobatin kakimu, kok.
NIKO
(tersenyum sinis)
Gue nggak butuh tuh.
Tanpa memandang Rere, Niko langsung meneruskan pekerjaannya
untuk menata buku. Di sampingnya Rere menghela napas dan menaruh obat itu di
atas meja. Ia lalu berjalan ke samping Niko dan membantunya menata buku.
NIKO
(memandang Rere dengan sebal)
Ngapain lo masih di sini?
RERE
(tersenyum)
Aku cuma mau bantuin kamu aja.
NIKO
(marah)
Harus berapa kali lagio gue bilang ini ke lo! GUE NGGAK
BUTUH BANTUAN!
RERE
(tersenyum)
Setiap manusia membutuhkan bantuan dari orang lain, Nik.
NIKO
(melotot)
Gue enggak tuh!
RERE
(mengangkat bahu dan melanjutkan menata buku di rak)
Ya, sudah.
NIKO
(meringis kesakitan sambil memegang pergelangan kaki)
Aduh!
RERE
(menghampiri Niko dan membawa obat tadi)
Kenapa, Nik? Sakit, ya? Ini obatnya.
Rere mengulurkan obat oles yang di pegangnya kepada Niko.
Niko menerimanya dengan kasar dan mulai mengurut sendiri pergelangan kakinya
yang terluka. Ia membiarkan Rere begitu saja. Lama mereka diam dalam kebisuan,
kepala Rere seperti diserang seribu tawon. Kepalanya kembali berdenyut-denyut
dan hidungnya mengeluarkan darah. Niko menoleh dan mengawasinya.
NIKO
(tersenyum sinis)
Kenapa lo?
RERE
(memegang hidung)
Nggak papa kok.
Rere
langsung berlari keluar perpustakaan sambil menutupi hidungnya.
ANDREA
(berteriak)
Re, kamu kenapa?
10.
TOILET WANITA – JAM ISTIRAHAT
Rere membersihkan darah di hidungnya di kamar mandi. Setelah
itu ia membasuh wajahnya di depan cermin. Dan menyumpal hidungnya yang
mengeluarkan darah dengan tishu. Ia hampir saja terjatuh, namun tangannya
berhasil berpegangan pada kaca di depannya.
11.
RUANG TAMU – SIANG
Rere yang lelah sehabis pulang sekolah langsung duduk di
kursi dan melemparkan tasnya ke lantai. Ibunya yang baru saja akan
menghampirinya terlihat khawatir terhadap anaknya.
IBU RERE
(cemas)
Rere, ada apa?
RERE
(tersenyum)
Tak apa, ma. Hanya kelelahan.
IBU RERE
(duduk disamping Rere dan menyentuh pundaknya)
Mau mama ambilkan minum? Tunggu sebentar ya, sayang.
Sebelum ibu Rere pergi, Rere menyentuh tangan ibunya.
IBU RERE
(menoleh dan duduk kembali)
Ada apa, sayang?
RERE
(tersenyum)
Hanya ingin bilang. Aku cinta mama karena Allah.
Mereka berpelukan. Ibu Rere berkaca-kaca mendengar perkataan
anaknya.
IBU RERE
(mengelus punggung anaknya)
Mama juga sayang Rere karena Allah.
RERE
(melepaskan pelukan)
Maafin Rere, mah. Rere nggak bisa jadi anak yang baik buat
mama. Ayah sudah meninggal dan sebentar lagi Rere akan menyusulnya. Tapi Rere
janji mama nggak akan sendirian. Rere akan melihat dan mengawasi mama dari atas
sana.
IBU RERE
(menyentuh pipi anaknya)
Jangan berkata begitu, nak.
RERE
(memegang tangan ibunya)
Ma, memang itu kenyataannya. Mama mau kan memaafkan Rere.
IBU RERE
(mengangguk dan menarik napas panjang)
Mama sudah memaafkanmu.
12.
TAMAN BELAKANG SEKOLAH – JAM ISTIRAHAT
Rere menyentuh tubuh pohon angsana yang ada di hadapannya.
Sedari tadi ia berdiri di san sendirian dan menanti Arga yang belum juga
datang. Setelah lama menanti Arga menghampiri Rere dan menyapanya.
ARGA
(tersenyum)
Hai, apa sudah lama menunggu?
Rere
(mengangkat kedua pundaknya)
Yah, lumayan.
ARGA
(membuat wajahnya terlihat merasa bersalah)
Maafkan aku. Tapi aku punya hadiah untukmu.
(mengeluarkan bunga sepatu dari balik punggungnya)
Rere tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Mereka lalu berjalan
dan mendekat. Rere mengambil bunga di tangan Arga tanpa menyentuh tangannya.
RERE
(mencium bunga)
Terima kasih.
(tertawa)
ARGA
(menggaruk belakang kepalanya)
Mengapa tertawa? Memangnya ada yang lucu ya?
RERE
(duduk di bangku dan memandang lapangan di depannya)
Ya lucu saja. Setiap laki-laki member bunga mawar merah
untuk orang yang di cintainya. Sementara kau memberiku bunga sepatu. Apa tidak
aneh?
ARGA
(tersenyum)
Aku ingin jadi laki-laki berbeda. Dan tidak monoton.
Mereka diam dalam kebisuan begitu lama sampe akhirnya Rere
mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan hal itu kepada Arga.
RERE
(menarik napas)
Aku ingin putus.
ARGA
(kaget dan menoleh kepada Rere)
Apa maksudmu?
RERE
(memandang kebawah)
Aku ingin putus. Hanya ingin putus. Maafkan aku.
Rere berdiri dari bangku dan saat ia berjalan melewati Arga,
ia berhenti. Arga mulai berdiri dan berkata.
ARGA
(sedih)
Setidaknya, beritahu aku apa alasanmu?
Rere hanya bisa menghela napas dan melanjutkan perjalannannya.
Bunga yang dipegangnya jatuh ke atas tanah. Arga hanya dapat menatap bunga itu
dengan sedih.
13.
KAMAR TIDUR – MALAM
Rere menuliskan sepucuk surat untuk Arga sebelum ia tidur.
Belum selesai surat itu dibuat kepalanya terasa pusing lagi. Hari demi hari
rasa pusing itu semakin bertambah. Ia tak memperdulikan rasa sakit yang
dideritanya dan darah yang menetes dari hidungnya. Ia tetap melanjutkan menulis
surat itu, hingga di bait terakhir ia selesai, rasa sakit itu tak bisa
ditahannya lagi. Ia berjalan ingin menuju pintu.
RERE
(berteriak)
MAMA!
Ibu Rere masuk ke kamar Rere dan melihat anaknya sudah dalam
keadaan tak sadarkan diri di atas lantai.
14.
KAMAR TIDUR – PAGI
Di dalam kamar, ibu Rere sedang menyuapi anaknya dengan
semangkuk bubur. Belum selesai ia menyuapkan sendok terakhir pintu kamar sudah
terbanting terbuka. Arga berdiri mematung di ambang pintu. Ibu Rere menaruh
mangkuk di atas meja lalu mempersilahkan Arga untuk masuk.
Arga lalu berjalan menghampiri Rere dan duduk di sampingnya.
Ia tidak melepaskan tatapannya dari wajah Rere.
RERE
(parau)
Arga.
ARGA
(sedih)
Rere, mengapa bisa begini?
RERE
(tersenyum)
Aku taka pa kok. Hanya sakit biasa.
ARGA
(memandang wajah Rere)
Berhenti membohongiku mulai dari sekarang. Andrea sudah
menceritakan semuanya. Kau. Kenapa kau membohongiku? Kenapa kau tak
menceritakan semua ini padaku? Dan mengapa kau tidak pergi ke rumah sakit?
RERE
(tersenyum)
Banyak sekali pertanyaanmu. Aku jadi bingung harus jawab
yang mana. Aku tidak bisa masuk rumah sakit. Aku ingin menghabiskan waktu
terakhirku bersama mama. Aku tak bercerita karena aku tak ingin kamu sedih. Aku
tidak berbohong hanya tidak bercerita.
ARGA
(menghela napas)
Aku hanya ingin kau bicara padaku tentang hal ini.
RERE
(memandang Arga)
Aku tak ingin kau sedih.
ARGA
Sekarang aku jadi tambah sedih karena tak tahu sejak awal.
RERE
(menghela napas)
Maafkan aku. Maaf aku tidak bercerita.
ARGA
(tersenyum)
Hei, aku tetap mencintaimu. Jangan sedih. Kau akan sembuh.
Arga berusaha tersenyum dan menghibur kekasihnya, namun
hatinya terasa sakit seperti di injak-injak berton-ton gajah. Rere merasakan
pening yang teramat pada kepalanya. Ia mengernyit menahan sakit.
ARGA
(memandang Rere)
Ada apa?
RERE
(memegang kepalanya)
Waktuku tidak lama.
ARGA
(sedih)
Jangan berkata begitu.
RERE
(memandang Arga)
Waktuku sudah habis. Biarkan aku bicara. Aku minta maaf
tidak bisa bertahan lama denganmu. Maaf tidak pernah membicarakan ini denganmu.
Aku hanya ingin kau bahagia. Aku berharap jika aku bisa memulai kehidupan
kedua. Aku ingin bersamamu. Tapi itu semua tergantung Allah.
ARGA
(menunduk)
Rere.
RERE
(tersenyum)
Selamat tinggal, Ar. Senang bisa mengenalmu. Jalani hidupmu
dengan lebih baik lagi. Kau tetap kekasihku sejak awal hingga akhir.
Rere menutup matanya dan Arga meneriakkan namanya lalu Ibu
Rere, Pak Budi, dan Andrea masuk ke dalam kamar. Mereka semua hanya dapat
menunduk di sebelah ranjang Rere.
15.
TAMAN SEKOLAH – PAGI
Dalam tidurnya yang panjang Rere membayangkan saat pertama
kali ia berjumpa dengan Arga di taman belakang sekolah. Pria itu sedang
menjalankan hukumannya karena telat masuk kelas. Ia berjongkok dan memotong
rumput di lapangan bola.
Rere yang tengah kabur karena di kejar-kejar kakak kelas
yang ingin berkenalan dengannya langsung berlari dan bersembunyi di belakang
bangku.
Arga yang menyadari kehadiran Rere langsung berjalan
menghampirinya dengan mengendap-endap. Rere yang mengira kakak kelas itu sudah
pergi lalu berdiri dari persembunyiannya.
RERE
(kaget)
Aaaaa…
Rere menutup wajahnya dan Arga tertawa memperhatikannya.
RERE
(melepaskan tangan dari wajahnya)
Si… siapa kamu? Mengapa kamu tertawa?
ARGA
(tersenyum lebar)
Kau lucu. Ada apa adik kecil? Mengapa kamu bersembunyi?
Rere masih ingat hari itu. ia memakai seragam SMPnya dan
kain yang di selempangkan di lehernya seperti dasi. Ia tengah menjalani MOSnya
yang pertama.
RERE
(gugup)
Anu, tadi ada cowok yang mengejarku. Aku takut. Jadi aku
bersembunyi.
ARGA
(tersenyum)
Sudah jangan nangis. Aku punya hadiah untukmu.
Arga berjalan ke sebuah tanaman dan memotong bunga sepatu
dari sana. Ia lalu memberikannya kepada Rere.
ARGA
(memberikan bunga)
Ambillah!
RERE
(menunjukk dirinya)
Untuk Rere?
ARGA
(kembali menyodorkan bunga lebih dekat)
Iya, ini untukmu!
Takut-taku Rere mengambil bunga itu, Arga tersenyum
melihatnya. Rere pun ikut tersenyum.
RERE
(tersenyum)
Terima kasih. Kakak baik sekali.
ARGA
(tersenyum)
Aku memang baik. Jadi itu namamu? Rere? Nama yang cantik.
RERE
(tersenyum tipis)
Iya, Anasya Renata Kusumo.
Mereka tersenyum bersama dan ingatan itu pun kabur membentuk
ruang gelap sangat gelap.
16.
BANGKU DEPAN KELAS – JAM ISTIRAHAT.
Andrea menghela napas sebelum berjalan menemui Arga yang
sedang melamun dan duduk di depan kelas. Andrea membawa sepucuk surat di tangannya.
Berwarna biru cerah seperti warna yang disukai Rere sahabatnya yang kini telah
meninggal.
ARGA
(menatap Andrea di depannya)
Rere…
ANDREA
(menghela napas)
Aku Andrea, bukan Rere, kak.
Arga mengucek matanya sebelum memandang Andrea untuk yang kedua
kalinya.
ARGA
(mengela napas)
Oh, kamu, Ndre. Ada apa? Maaf aku masih belum terbiasa
dengan kematian Rere.
ANDREA
(menyodorkan surat)
Aku bisa mengerti, kak. Ini surat terakhir dari Rere
untukmu.
ARGA
(menerima surat)
Terima kasih.
ANDREA
(tersenyum dan menyentuh pundak Arga)
Kuatkan dirimu. Ikhlaskan dirinya. Aku yakin ia lebih
bahagia di sana.
Setelah itu Andrea langsung pergi dari sana. Ia mengelap
matanya yang sedikit berair. Setelah Andrea pergi, Arga membuka surat dari
Rere.
Assalammualaikum Wr. Wb.
Hai, Arga, apa kabar? Semoga kau selalu
dalam keadaan sehat dan dalam perlindungan Allah. Aku yakin saat kau menerima
surat ini aku sudah pergi jauh dari sisimu. Maaf tak bisa berterus terang
padamu sejak awal. Maaf aku tak bisa benar-benar membuatmu bahagia. Selama
hidupku aku hanya bisa membuatmu tertawa tapi belum bahagia sepenuhnya. Maafkan
aku karena hal itu.
Oh, ya apa kau tahu. Aku bahagia di
sini. Aku akan bertemu dengan papaku yang terlebih dahulu pergi menghadap
Ilahi. Aku akan mulai mencarinya. Hehehe.
Aku harap kepergianku tak kan membuatmu
sedih berlarut-larut. Mulailah lembaran baru. Kenang aku dalam ingatanmu, tapi
jangan kurung ingatan itu hingga membuatmu tersiksa. Aku senang bisa mengenalmu
dalam hidupku. Berjanjilah padaku kau akan menjalani hidup ini sebaik yang dulu
saat kau membuatku tertawa.
Kadang hidup tidak berjalan seperti
yang kita inginkan, tapi aku bersyukur karena Allah memberiku hidup yang indah.
Bersama mama, Andrea, dan dirimu aku tidak pernah merasa kesepian. Kau harus
berjanji, kau akan bahagia walau tanpa aku. Jaga dirimu baik-baik. Jangan
lupakan aku.
Arga, terima kasih untuk hari-hari
kita. Aku akan selalu mengingatnya sampai kita bertemu kembali di sini. Di
alamku, jika Allah mengizinkan. Selamat tinggal. Aku mencintaimu.
Wassalammualaiku Wr. Wb.
Salam hangat
Rere
Arga menghela napas sebelum kembali memasukkan surat itu
kedalam amplop. Ia membasuh wajahnya dengan kedua tangan, lalu tersenyum
membayangkan wajah Rere.
ARGA
(tersenyum)
Aku akan bahagia, Rere.
TAMAT